Kombo Agari – Timnas Indonesia U-22 mencatatkan hasil paling mengecewakan dalam 14 tahun. Mereka tersingkir di fase grup SEA Games 2025. Kekalahan ini juga menghapus harapan mempertahankan gelar juara bertahan cabang sepak bola putra.
Garuda Muda sebenarnya menutup fase grup dengan kemenangan 3-1 atas Myanmar U-22 di Chiang Mai. Namun kemenangan itu tidak cukup untuk membawa mereka ke babak selanjutnya. Mereka gagal bersaing dalam perebutan posisi runner-up terbaik.
Situasi ini memberi alarm keras untuk proyek pembinaan usia muda. Tim tidak hanya gagal mencapai target. Tim juga memperlihatkan masalah mendasar yang berulang sepanjang turnamen.
“Baca Juga: Gullit Bela Bellingham Usai Real Madrid Kalah dari Man City“
Kekalahan di Laga Pembuka Ganggu Fokus Tim
Timnas Indonesia U-22 langsung tersandung pada laga pertama. Filipina U-22 mengalahkan Indonesia dengan skor 1-0. Kekalahan itu mengubah seluruh rencana tim. Mereka harus mengejar selisih gol besar pada dua laga berikutnya.
Tekanan kompetitif meningkat sejak saat itu. Setiap kesalahan terasa sangat mahal. Kondisi ini membuat pemain kehilangan ruang untuk mengatur ritme permainan dengan tenang.
Jika hasil laga pembuka berbeda, tekanan di laga kedua tidak sebesar itu. Namun turnamen tidak memberi kesempatan memperbaiki kesalahan awal. Tim akhirnya masuk ke situasi sulit sejak pertandingan pertama.
Masalah Konsentrasi Bikin Indonesia Kebobolan Lebih Dulu
Timnas Indonesia U-22 kembali memperlihatkan masalah lama. Mereka kerap kebobolan lebih dulu pada dua laga grup. Kondisi itu mengubah struktur permainan sejak awal pertandingan.
Saat menghadapi Filipina, gol Otu Banatao tercipta dari second ball yang tidak terkontrol. Para pemain gagal bereaksi cepat pada situasi itu. Dampaknya, irama permainan menjadi terburu-buru. Para pemain juga mengambil keputusan buruk di sepertiga akhir.
Masalah serupa muncul saat melawan Myanmar. Min Maw Oo mencetak gol pada awal laga. Gol itu membuat tekanan semakin besar. Tim harus mengejar selisih gol besar hanya untuk menjaga peluang lolos.
Ekspektasi Tinggi Menjadi Beban Tambahan
Status juara bertahan membuat ekspektasi publik meningkat drastis. Tekanan itu muncul sejak persiapan hingga laga pertama. Indra Sjafri juga membawa reputasi tinggi sebagai pelatih peraih emas sebelumnya. Namun harapan tersebut tidak sejalan dengan performa lapangan.
Kehadiran pemain diaspora juga memperkuat optimisme publik. Namun integrasi skuad tidak berjalan sempurna. Waktu persiapan tidak cukup untuk membangun pola permainan stabil.
Keputusan meliburkan BRI Super League juga menambah beban psikologis tim. Publik berharap pengorbanan itu memberi dampak positif. Namun hasil akhirnya tidak sesuai harapan. Tim tetap gagal lolos ke semifinal.
Serangan Indonesia Buntu Meski Mendominasi Bola
Timnas Indonesia U-22 mencatat dominasi penguasaan bola dalam dua laga grup. Namun serangan mereka tidak berjalan efektif. Produktivitas juga tidak sesuai jumlah peluang.
Indonesia melepaskan 14 tembakan saat menghadapi Filipina. Hanya tiga tembakan yang tepat sasaran. Efektivitas menjadi masalah utama sejak laga pertama.
Serangan Indonesia sedikit membaik saat melawan Myanmar. Tim melepaskan 22 tembakan dan delapan yang mengarah ke gawang. Namun hanya tiga yang menjadi gol. Seluruh gol itu datang dari bola mati.
Fakta ini menunjukkan Indonesia kesulitan memecah pertahanan lawan melalui permainan terbuka. Tim belum menemukan pola serangan yang memberi ancaman stabil.
“Baca Juga: Link Streaming Chelsea vs Everton 13 Desember 2025“














